GEMA ITU
aku tutup kedua kuping
ia semayam di bilik kalbu
aku kunci gerak lidahku
ia nyeruak jadi air bah
Bismillah!
PUISI UNTUK ANAK-ANAKKU
Anakku,
Rahim bunda serupa serambi surga
Maka, menangislah!
karena Tuhan
hanya memberi kenikmatan
sembilan bulan
Kini engkau mesti merambah
Belantara dunia, seperti dulu nenek kita:
Adam dan Hawa
Anakku,
Sekolah bukanlah sangkar besi
Maka, melesatlah! Kulepas engkau
dan jadilah rajawali
Terbang jauh, menggapai cita yang tinggi
Anakku,
Hidup adalah sekedar antrean panjang
Menunju arasy sang pencipta
Bawalah amalan salih dan bekal taqwa
Agar kalian kembali tiba
Di gerbang pintu surga
SKETSA
terlompat masuki gelap semesta
aku jadi anak asuh matahari
menelan cahaya demi cahaya
kuteguk saripati jagat raya
kini tengah kueja senjakala
hingga aku menjelma lentera
tak butuh bintang atawa bulan
sebab akulah sumber cahaya
namun minyak kian menipis
sumbu pun harus diganti
tapi yang ada cuma kunang
yang tertebar di tegal nisan
PANGGUNG
1
kami tengah setia menunggu godot
namun layar nampak kaku bak berbesi
kami manusia bebas tak berborgol
layar terkuak, penonton mainkan sebuah tonil
2
di mana sang aktor bersembunyi
panggung itu lengang, bangsal laiknya kamar mati
tapi penonton begitu asyik memaku diri di kursi-kursi
tahu, di benak ada tonil berbabak-babak tanpa henti
BURUNG LEMANGIT
dalam antrean miliar ruhani
di setiap jejak menetes keringat
namun aku tak pernah paham
kapan iring-iringan ini berakhir
di atas matahari bagai bola tenis
dan senja tak mau diajak kompromi
mestikah kuambil jalan pintas
menyusuri pantai
lewat kendara
yang kususun jadi bahtera?
jejak basahi bumi yang luka
keringat menjelma bulir darah
yang ngalir menuju pantai marwah
tibalah kini aku melihat beburung di cakrawala
mulutnya nembangkan lelagu kembara
kutahu kelana mengarungi letih
maka, kuputuskan!
tetap di antrean ruhani
sebelum terseret burung lemangit
yang siap dimangsa bedil pemburu
SYAIR KEMARAU
memandang sumurmu kekasih
aku tak tahu jarak mesti dititi
batu kucemplung berharap pendar air
namun yang tersimak cuma rerintih
menimba sumurmu kekasih
aku jadi ngerti makna letih
temali diulur kerek ditarik
namun yang terciduk seember angin
menggali sumurmu kekasih
aku jadi paham makna ngeri
ribuan kali bumi kulinggis
namun yang ngalir keringat sendiri
naik dari sumurmu kekasih
aku terkungkung jerit sendiri
ember harus kembali diganti
namun yang kuulur usus sendiri!
TRANSFER SAPI
kunikmati engkau di meja makan
di kertas plastik, di antara balutan
tepung terigu made in America
engkau dibesarkan gembala mana, aku tak tahu
engkau dipotong jagal siapa, aku tak tahu
tapi kunikmati engkau di meja makan
di kertas plastik, dan bistik buatan Prancis
aku pastikan engkau cemberut
sebab rumput penuh junk food sebab pisau
berbismillah listrik sebab nafasmu di ujung ban berjalan
engkau kepingin protes, marah, dan melenguh
tapi engkau kini tinggal di perut,
menyatu dengan darah dagingku
barangkali aku masih dapat membantu
dengan meninggikan tekanan darah
atau membuntukan jalan jantung
LAGU PARAGRAM
kaulah induk elang itu!
mencari pakan
dibentur runjam karang
dipatuk bedil pemburu
dijerat pukat kesepianku
tapi aku mengejarmu
untuk kulepas
dan aku bahagia
penuh keriangan seorang anak
yang menabur umpan
di kotak aquarium. Bukan!
tapi seperti Nero yang membakar kota Roma
lalu menadah air matanya
pada sloki kesunyian raja-raja
terbanglah menemu anakmu
dongengkan kisah 1001 malam
atau tentang Ratu Calypso
yang gagal menggoyah kesetiaan pahlawan
boleh juga tentang orang Amerika
yang terdampar di Casablanca
tapi jangan tentang nyanyi sunyi
seorang kabilah di padang pasir
ia akan kuganggu
setelah istirah di tebing tinggi
Surabaya 2003
CASABLANCA
harusnya tak ada pertemuan
kau buku yang tamat kubaca
dan ini adalah negeri
pengasinganku yang terakhir
angin mana menerbangkanmu
ke mari. Atau kaukah kutukan itu
yang kuhindar dari ribuan mimpi
tegukan anggur dan kepulan
asap tembakau
akulah biduk yang akan membelah
laut menuju tepian hidup, katamu
padahal sejarah tak pernah pupus
kenangan tak kenal lampus
sementara antara ambang dan gelombang
laut ngekalkan nestapa pengembara
jadi baiknya kau bersiap untuk tidur
sementara akan kusiapkan pergelaran
kau pemain utama
dan aku sang sutradara
Surabaya 2003
SYAIR BIJI TASBIH
tak ada leleh peluh dan darah
pedang tetap bisu di dinding
bedil masih beku dan dingin
tapi kuyakinkan
inilah kemenangan gemilang,
meski cuma bermodal sebiji tasbih
dan ini tak sebanding atas ababil
yang melunas tentara bergajah
juga daud yang menyentil raja zaluth
tak ada tegang dan urat kerut
singanafsu terkerangkeng lumpuh
saat lentera kalbu
terbias berkas cahaya-Mu
AMSAL
hidup tanpa rencana adalah dunia paragram
istirah di tebing-tebing tinggi setelah melawat
samodra jauh, lalu bertanya
ke mana lagi terbang
melintas benua
atau mengganggu kabilah di padang pasir
KAU PUN LEPAS
dahaga dan laparku minggat
ketika tubuh kutukikkan ke sebuah danau
kupatuk seekor ikan dan kusegarkan seluruh raga
dari jauhan kulihat kembali danau itu
berpendar membentuk alur asmamu
bodohnya aku meninggalkanmu!
ZIARAH DARAH
aku terbang kelewat jauh
menembus ruang
dan lorong-lorong waktu
hingga kutemukan jejak perang tanding
yang tak dapat kulerai itu
kucari kubur saudaraku yang gugur
namun cuma kudapat sebuah nisan
: habil
AKU DIMATA-MATAI
mata itu selalu menguntitku
kapan dan dimana pun
ia dapat mengokang bedil itu
lalu mengarahkannya ke bilik jantung
tapi aku jengah istirah tambah mengalah
biar kusiulkan dahulu mazmur itu
lalu kueja kata-katamu itu
hingga ditemukan jalan
yang membawaku ke negeri cahaya
duh, bagaimana upaya menghampirimu
biar kelak dihampirimu?
KETEMU SINBAD
saat melintas samodra seketika angkasa gelap
burung rukh tengah terbang di atas ragaku
kepak sayapnya menggelapkan seluruh pandangan
kukejar karena di satu kakinya
ada makhluk terikat seutas kain
aku ingin berteriak jangan
tapi makhluk itu kadung lari ke lembah penuh naga
siapa dia, tanyaku pada rukh
“Ia sinbad, serpihan seribu satu malam
yang tersesat di sebuah pulau”
mengapa tak kauakhiri dengan cakarmu
“Biar cakar pengarang yang menamatkannya”
bagaimana kalau pemburu tahu?
rukh melotot, lalu terbang menjauh
LANGIT MAKIN MENDUNG
aku sampai di sebuah padang
:lapang penuh api dan cahaya
namun latarnya aneh dan asing
bermiliar burung tengah baris
lalu keselidik satu demi satu
barangkali ada yang pernah singgah di Jakarta
memenuhi tugasmu sebagai samaran Jibril dan Muhammad
kerja melelahkan namun cuma berbuah gelengan kepala
kuselidik sekali lagi hingga letihku sampai di titik jenuh
akhirnya kutemukan juga: ia nampak murung dan tak bahagia
iakah yang bertengger di gerbong-gerbong
beraroma pesing dan maksiat itu?
ia mengangguk malas dan mengeluh
“Sayang! Aku tidak mengenalNya”
EPISODE SRI RAMA YANG HILANG
akhirnya kutemukan prototip bangau yang lehernya memanjang
“Ini hadiah Rama yang gigih mencari Sita Dewi!” katanya
meliuk-liukkan leher barunya
siapa Rama?
“Ia adalah anaknya Nabi Adam”
aku belingsat meninggi awan
ribuan tahun ia kucari
karena si bikin perkara itu
tentu tahu di mana kubur saudaraku
kupasang radar mata dan telinga
namun cuma kedengar suara erang
di sebuah jeram berair darah
jatayu!
“Ya, aku tengah menunggu Rama.”
datang saat yang tepat karena ia kutunggu juga
“Kau ingin berkahnya?”
“Aku ingin kematian datang lebih cepat.”
aku menunduk lalu perlahan terbang menjauh
ia bukan kabil dan aku belum siap bertemu pemburu
MIMPI JADI PEMBURU
aku menegur seekor bayan
mengapa membunuh kedua anaknya
betulkah mereka mendapat kasih sayang
puspa wiraja dan pangeran-pangeran itu? bayan menggeleng
“tentu akan kubiarkan mereka senasib
dengan anak-anakku”
atau karena lapar seharian terbang
“aku terbang
karena mencari makan buat mereka”
atau karena percaya reinkarnasi
“aku lebih percaya
barzakh pemisah”
lalu bayan bercerita tentang khidir yang diikuti musa
tentang perahu bagus yang dibuat lusuh
dan rumah batu yang nyaris ambruk
“tapi yang memesona adalah tentang anak yang dibunuh” serunya
sambil terbang menjauh
ZIARAH SAJAK
di senja senyap
di pelabuhan kecil
aku mengikut camar yang melayang
menepis buih mengurai puncak menyisir semenanjung
betapa payah mereka kukejar!
kupusatkan saja pada rupa mahasempurna
namun sayapku tergulung hingga menyinggung muram
mestikah aku berserah pada pemburu
dengan memintamu menggeleparkan aku
di ranjang bisu
atau menggali kubur
untuk kepalaku yang rela dipancung?
baiknya kupinjam saja kapak bermantra itu
sambil belajar menyihir hujan, bermeditasi
dan menyetop abad yang berlari!
ELANG LAUT*
di sinilah di runjam-runjam karang
aku selalu menghadirkan kenangan itu
saat ia menjentik puncak gelombang
dan aku mengekornya dari belakang
“kalau aku kautangkap
aku abadi untukmu!”
kukanonkan tubuh sampai ke titik langit
dan bagai pilot kamikaze kulesatkan tubuh ke jantungnya
ia pun kutangkap dan kami bicara tentang hari bahagia itu
namun setelah itu tak ada kabar
selain pengumuman di mana-mana
: awas ada pemburu!
sembilan bulan sembilan hari
aku sembunyi
dan kini di sini
di runjam-runjam karang
ia datang menguak kabut laut yang suram
kukapai ia, namun pemburu lebih kilat menyergapnya!
teriakku tak bersuara, namun di antara benturan ombak
kudengar lamat-lamat
“anak-anak kita…..!”
*Puisi Asrul Sani, yang juga menjadi latar puisi ini
IRONI HIJRAH BURUNG
berapa lama aku terbang
jauhi rumah cahayamu
pintu senja masih jauh
burung gagak enggan bersahut
namun keluasan awan kelabu
lapangkan beribu mimpi buruk
hingga aku nyaris dipatuk
bedil pemburu!
SEPASANG BURUNG DI GOA TSUR
Baiknya kauerami
bakal anak kita di sebongkah
Goa teramat gelap
Meski tak tahu
Kapan pemburu takut pada hitam
Inilah satu-satunya cara
untuk bertahan
Baru kali ini
kita kagumi lelap kelelawar
Dan lukisan laba-laba
Baru kali ini
kita benci cecak
Dan cahaya
Sungguh, kita mesti senyap
Sebab goa telah dihuni dua manusia
:satu penuh kasih sayang
Satunya lelap di pangkuan
Jangan sampai terjaga!
Biarkan mimpi tentang safaat
Yang dilimpahkannya kepada kita
TESIS WAKTU
tak ada yang lebih tenang selain waktu
mengintip genesis dan datangnya maut
lewat tangan berhompimpah
dan bermain petak umpet
padahal gunung karang meleleh kala angin tercipta
vulkano muntahkan batubatu kala tanah menggeliat
perut laut mengamuk kala aku melepas jangkar!
tak ada yang lebih batu selain waktu
berdiri diam dan dingin
namun menggesek kabil
agar menghunjam batok kepala habil
bukankah batu berkobar saat menyelusup
tubuhtubuh tentara bergajah? batu melontari iblis
di tanah suci, namun melempari nabi di negeri thaif!
tak ada yang lebih waktu selain waktu
meredam lolong nafiri izrail
di antara gelombang dengkur tidurku
CEMBURU SANJAK
kala engkau berjalan di belantara
aku menghunjam mata,hidung, dan kupingmu
tapi engkau malah asyik nyari ular
yang dulu memperdaya adam hawa
kala engkau nyusur telaga, layari pantai dan samodra
aku menelusup pori-pori jangat
lalu menyatu lewat biang keringat
tapi engkau lena mencari khidir, kapten ahab, sinbad,
dan dewa ruci
engkau teramat puas
segala hasrat terangkai dalam kata
meski aku tetap mengira, hal itu mengada-ada
TASBIH X-T-C
kali ini kita berperan jadi anjing, katamu
lalu dalam telanjang kita bergumul
tercebur dalam genangan banyu noda
tubuh kita basah nitikkan bulir dosa
namun kucari juga kain pembalut malu
yang teranyam dari serat kapas doa
sekarang kita harus menyalak, katamu
bisiki angin dan satwa segala burung
kabarkan betapa nikmat secawan anggur
di atasnya mengepul wewangi firdaus
beri aku setenggak: engkau bergirang
cekakakmu nyeruak awan, bangunkan dewa
nyatroni malaikah yang lagi istirah
kasih aku semangka: semangka tak ada
lalu engkau sayati tubuh sendiri, hingga
memercik darah, lalu bumi terbakar api
kini aku membelalak teringat kakek adam
tapi engkau malah ngakak menunju danau kaldera
sementara bumi luka parah dan aku bau kaldera
kasih aku doa!
namun denyut jantung tak nyebut allah
sedang lidah tumpat pedat, segala usus tak rangkai ayat
kasih aku doa!
lalu kusilet urat nadi
hingga darah
muncratkan dajal!
ANJING-ANJING-ANJING
semula aku tak peduli
engkau menggambar seekor anjing
hitam bermata liar, liur meleleh di taring
barangkali engkau kelewat lapar hari ini
sedang warung terpencil, perbekalan basi
dan di bukit pohonan cuma pinus berkawat duri
sebotol aqua habis jadi pengencer cat
di jauhan tampak anjing kampung menggigit tulang
semula tak peduli
engkau hadiahi aku
gambar seekor anjing
bukankah tamasya kita lengkap hari ini?
tengoklah ke angkasa: elang terbang sungguh perkasa
matahari nanar, namun denyutnya terasa ke segala hayat
mengapa seekor anjing?
kuharap ini gurauan lucu
tapi hidungku mulai mendengus
bulu-buluku berdiri,lalu aku tengadah ke langit
kini aku terkaing-kaing sambil menggigitmu
yang berubah jadi seonggok tulang rusuk
:kami terbirit menempuh hutan tropik
DENGAN NAMAMU
dengan namamu
aku menyimak zikir semesta
lewat gelagak laut, letup kaldera
hujan yang melukis bianglala
dengan namamu
aku membaca ribuan ayat
tersebar di reranting dahan
tersimpan di cakrawala
dengan namamu
aku mendedah tabir di dada
nyeruak segala rongga
berlayar di alir darah
dengan namamu
denyutku tak nyebut allah
usus-usus tak rangkai doa
dengan namamu
aku mompakan kucing hitam!
dengan namamu
aku…
SIKLUS
adakah tamat satu riwayat
gunung jadi batu jadi pasir jadi tanah
jadilah aku yang mendaki ke puncak gunung
matahari menjewer kulit hingga keringat
terciprat dan darah menjelma luka
“tapi tak ada puncak tanpa akhir
semua pasti tamat!” lalu kuuntun
sepasang kasut, baju, dan celana
jadilah tambang yang memanjang
nyampaikan aku ke puncakmu
tapi, kini aku telanjang!
BAYI SAJAK
aku menghamili semesta
benihku dari tawa gunung
dan senyum rembulan
aku mengidam matari
terpincut bintang
dan tarian satelit
tapi bayi siapa ini
tergolek kotor di trotoar
diasuh lalat dan kaleng mentega
barangkali ia pun bayi semesta
terlahir sebelum sempat kunikahi
PERTEMUAN
kucium wangi hawa
lalu kukabarkan, akulah adam
yang ngembara dari lembah ke lembah
kenangan pun ngalir seperti sungai susu
pancuran anggur, dan nyanyi sejuta mazmur
namun pengembaraan berbinih lelah
hingga tulang rusukku menggeliat
harimauku mengaum dari sangkarnya
(hawa, rindukan peristiwa di surga)
KEMBALI
asal dari bumi
akan kembali ke bumi
tapi ke mana aku kembali
ototku bercampur urat anjing
darahku saripati segalon bir
mungkin angin akan menggiringku
ke sana ke mari bagai gasing
semayam di perut atlantis
sembunyi di mulut lemangit
semburat di air kaldera
namun aku ingin kembali
ke gua asal-usulku
yang senantiasa menganga
disantuni cahaya ilahi
tapi tulangku bercampur besi
kulitku berunsur plastik
sisa-sisa hasil mencuri
barangkali akan lebih baik
mencari ari-ari
yang terpendam di perut bumi
ibu, aku ingin kembali!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar